Skip to main content

Dari Kompleks ke Sederhana: Belajar Berpikir Seperti Orang dengan IQ 150

 


Pernahkah kamu merasa kewalahan dengan pikiran sendiri? Kadang kita memikirkan terlalu banyak hal, mencoba memahami segalanya sekaligus, dan akhirnya malah tidak menemukan solusi apa pun. Ini disebut dengan overthinking—dan hal ini sangat umum.

Namun menariknya, banyak orang dengan IQ tinggi, termasuk mereka yang berada di kisaran IQ 150 ke atas, justru dikenal bukan karena cara mereka berpikir rumit, tetapi karena kemampuan mereka menyederhanakan masalah yang kompleks. Ini bukan tentang rumus sulit atau jargon ilmiah, melainkan tentang bagaimana mereka bisa mengurai benang kusut menjadi simpul yang mudah dilepaskan.

Jadi, bagaimana caranya kita—dengan IQ berapa pun—bisa meniru pola pikir seperti ini? Artikel ini akan mengajak kamu untuk memahami cara mengubah pola pikir kompleks menjadi pola pikir sederhana. Siap? Mari mulai.


1. Orang Pintar Tidak Selalu Memikirkan Banyak Hal Sekaligus

Kebanyakan dari kita berpikir bahwa makin banyak yang dipikirkan, makin cerdas kita. Padahal, mereka yang memiliki IQ tinggi justru memilih fokus pada satu masalah inti.

Coba praktikkan:

Ketika kamu dihadapkan pada masalah besar, tanyakan pada diri sendiri:
“Apa satu hal terpenting dari masalah ini?”

Dengan menyederhanakan fokus, kamu mengurangi beban mental, dan membuka ruang untuk solusi yang lebih jernih.


2. Mereka Mengurai Masalah seperti Matematika: Langkah Demi Langkah

Pikiran manusia senang melompat-lompat. Namun, orang dengan IQ tinggi melatih diri mereka untuk berpikir secara progresif dan struktural.

Coba praktikkan:
Gunakan pola If-Then (Jika-Maka):

Jika A terjadi, maka B akan muncul. Jika B muncul, maka C adalah akibatnya.

Dengan menyusun logika seperti ini, kamu akan menemukan akar dari masalah tanpa harus membuatnya menjadi teka-teki tak berujung.


3. Sederhanakan Bahasa, Maka Pikiran Ikut Sederhana

Banyak dari kita terjebak dengan istilah-istilah rumit, padahal itu hanya memperumit cara berpikir. Orang dengan IQ tinggi biasanya punya kemampuan untuk menjelaskan ide rumit dengan bahasa sederhana.

Einstein pernah berkata:
"Jika kamu tidak bisa menjelaskannya secara sederhana, berarti kamu belum benar-benar memahaminya."

Coba praktikkan:

Jelaskan ide yang kamu pikirkan kepada anak 10 tahun. Jika mereka mengerti, berarti kamu berhasil menyederhanakan pemahamanmu.


4. Mereka Menyukai Pola, Bukan Detail Acak

Orang dengan IQ tinggi cenderung mencari pola dan koneksi alih-alih tenggelam dalam setiap detail.

Misalnya, ketika menghadapi data, mereka tidak menganalisis setiap angka, tapi mencari pola keterhubungan.

Coba praktikkan:

Saat kamu mendapat informasi baru, tanyakan:
“Apakah ini mirip dengan sesuatu yang pernah saya alami atau pelajari sebelumnya?”

Dengan mencari pola, otakmu akan belajar mengelompokkan informasi, bukan menumpuknya.


5. Berani Mengabaikan Hal yang Tidak Penting

Kecerdasan bukan hanya tentang mengetahui banyak hal, tapi juga tentang tahu hal apa yang harus diabaikan.

Dalam dunia yang penuh dengan informasi ini, orang pintar melatih diri untuk menyaring apa yang benar-benar perlu dipikirkan.

Coba praktikkan:

Gunakan prinsip 80/20 (Pareto): 80% hasil datang dari 20% usaha.
Fokuslah pada 20% hal yang benar-benar berdampak besar.


6. Berpikir Bukan Berarti Harus Cepat

Orang cerdas bukan yang berpikir cepat, tetapi yang berpikir tepat. Mereka meluangkan waktu untuk memahami, membiarkan ide berkembang sebelum bertindak.

Coba praktikkan:

Beri jeda sebelum membuat keputusan.
Tanyakan: “Apakah saya sedang mencari solusi atau hanya ingin segera selesai?”


7. Mereka Tidak Takut Mengulang dan Bertanya 'Kenapa?'

Satu kebiasaan penting dari orang dengan IQ tinggi adalah curiosity (rasa ingin tahu yang tinggi). Mereka bertanya “kenapa?” hingga menemukan inti dari segalanya.

Coba praktikkan:
Gunakan teknik 5 Why’s (Lima Kenapa):

  • Kenapa saya tidak termotivasi hari ini?

  • Kenapa saya merasa ini membosankan?

  • Kenapa saya anggap ini membosankan?

  • Kenapa saya tidak melihat manfaatnya?

  • Kenapa manfaatnya tidak terlihat jelas?

Kamu akan menemukan akar masalah hanya dengan mengulang satu pertanyaan sederhana: kenapa.


Berpikir Sederhana Itu Kecerdasan Tingkat Tinggi

Berpikir sederhana bukan berarti berpikir dangkal. Justru, kemampuan untuk menyaring, menyusun, dan menjelaskan sesuatu dengan cara yang mudah dimengerti adalah bentuk tertinggi dari kecerdasan.

Kamu tidak perlu IQ 150 untuk bisa berpikir seperti mereka. Cukup dengan membiasakan:

  • Fokus pada yang penting

  • Pecah masalah jadi bagian kecil

  • Gunakan bahasa sederhana

  • Cari pola, bukan tumpukan detail

  • Jangan takut berpikir lambat

  • Bertanya "kenapa" secara konsisten

Cobalah satu saja dulu. Lalu perhatikan bagaimana hidup dan keputusanmu menjadi lebih ringan, jernih, dan terarah.


Penutup

Jika kamu sedang berusaha menjadi lebih bijak, lebih produktif, dan lebih tenang dalam menghadapi hidup, mulailah dengan belajar berpikir sederhana. Bukan karena kamu tidak mampu berpikir rumit, tapi karena kamu sudah tahu mana yang perlu dipikirkan, dan mana yang cukup dilepaskan.


Kalau kamu suka artikel seperti ini, jangan lupa untuk membagikannya atau simpan agar bisa kamu baca ulang saat pikiranmu mulai terasa penuh. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Comments

Popular posts from this blog

Pagi yang Sibuk dan Cerita Menjadi HRD Sehari untuk WriteYuk Batch 6

Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang agak campur aduk. Matahari belum naik sepenuhnya, tapi notifikasi di HP-ku sudah mulai berdenting satu per satu. Hari ini bukan hari biasa. Hari ini, aku punya peran baru yang cukup menantang—menjadi HRD untuk seleksi anggota baru divisi Graphic Design WriteYuk Batch 6. Setelah beres dengan rutinitas pagi seperti biasa—minum air putih, merapikan tempat tidur, dan menatap langit sebentar dari jendela—aku mulai mempersiapkan diri. Bukan cuma penampilan yang harus rapi, tapi juga mental yang harus siap. Ini pertama kalinya aku duduk di “kursi lain” dalam proses seleksi. Bukan sebagai peserta, tapi sebagai penyeleksi. Menjadi HRD sehari ternyata bukan sekadar membaca portofolio dan menilai desain. Ada sisi lain yang terasa lebih dalam: aku melihat semangat dari calon anggota baru yang begitu besar untuk bisa bergabung di WriteYuk . Dari cara mereka menjawab pertanyaan, sampai bagaimana mereka bercerita soal karya-karya mereka—semuanya punya keuni...

Journey ku selama kuliah D-IV Survei Pemetaan dan Informasi Geografis

Sumber :  (penulis) Liburan telah usai menandakan waktu kuliah normal kembali. Sebelum masuk kuliah setelah liburan panjang pada saat Lebaran kini saatnya aku masuk kembali menjalani rutinitas sebagai mahasiswa semester empat di spig. Semester empat ku penuh dengan lika-liku yang awalnya aku mendapat berita baik untuk bisa ikut lomba di Bali kini aku tidak bisa berangkat ke Bali untuk presentasi lomba. Aku juga masih rajin memantau informasi lomba dan ada beberapa project lomba sedang ku kerjakan. Saat ini aku baru dan sedang merasakan gundah gulana menjalani hidup, saat aku bertemu dengan teman yang rasanya bisa dijadikan tempat meluapkan cerita kehidupan aku kelepasan menceritakan semua yang sedang kurasakan, namun setelah ku ceriakan aku menemukan jawaban dari cerita yang ku ceritakan dan sebagian keresahan ku. Di sini aku akan menjawab dan membagikan perubahan yang sedang ku rasakan, yaitu sebagai berikut ini :  1. Pergi ke tempat yang bisa membuatmu senang seperti perpust...

Alasan Kenapa Aku Memulai Blog: Cerita Jujur dari Seorang Penulis Pemula

Beberapa tahun yang lalu, aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan menulis blog secara konsisten. Bahkan, aku sempat berpikir, "Siapa juga yang mau baca tulisan aku?" Tapi sekarang, meski belum banyak yang membaca atau memberi komentar, blog ini telah menjadi rumah kecil untuk pikiranku—tempat aku bisa jujur, belajar, dan tumbuh. Tulisan ini adalah refleksi. Tentang bagaimana dan kenapa aku memulai blog ini. Tentang apa yang membuat aku bertahan. Dan tentang harapan-harapan kecil yang aku tanam lewat setiap postingan. Awal Mula: Dari Kegelisahan dan Pencarian Diri Semua bermula dari rasa gelisah. Waktu itu aku sedang merasa tersesat—bingung dengan arah hidup, sering membandingkan diri dengan orang lain, dan terlalu sibuk menyenangkan ekspektasi orang lain. Aku suka menulis sejak dulu, tapi belum pernah benar-benar menyalurkannya secara serius. Sampai suatu hari, aku membaca tulisan blog seseorang yang begitu sederhana namun menyentuh. Ia bercerita tentang hidupnya, k...