Skip to main content

Alasan Kenapa Aku Memulai Blog: Cerita Jujur dari Seorang Penulis Pemula

Beberapa tahun yang lalu, aku tidak pernah membayangkan bahwa aku akan menulis blog secara konsisten. Bahkan, aku sempat berpikir, "Siapa juga yang mau baca tulisan aku?" Tapi sekarang, meski belum banyak yang membaca atau memberi komentar, blog ini telah menjadi rumah kecil untuk pikiranku—tempat aku bisa jujur, belajar, dan tumbuh.

Tulisan ini adalah refleksi. Tentang bagaimana dan kenapa aku memulai blog ini. Tentang apa yang membuat aku bertahan. Dan tentang harapan-harapan kecil yang aku tanam lewat setiap postingan.

Awal Mula: Dari Kegelisahan dan Pencarian Diri

Semua bermula dari rasa gelisah. Waktu itu aku sedang merasa tersesat—bingung dengan arah hidup, sering membandingkan diri dengan orang lain, dan terlalu sibuk menyenangkan ekspektasi orang lain. Aku suka menulis sejak dulu, tapi belum pernah benar-benar menyalurkannya secara serius.

Sampai suatu hari, aku membaca tulisan blog seseorang yang begitu sederhana namun menyentuh. Ia bercerita tentang hidupnya, keresahannya, dan proses menjadi dirinya sendiri. Saat itu aku berpikir, “Aku juga pengen bisa cerita seperti ini. Nggak perlu sempurna, yang penting jujur.”

Dan di situlah aku mulai. Dengan satu tulisan pertama yang nggak sempurna, dengan banyak keraguan, tapi juga dengan harapan kecil: semoga menulis bisa membantuku memahami diriku sendiri.

Blog Sebagai Ruang Aman

Blog ini kemudian tumbuh menjadi ruang aman. Tempat di mana aku bisa menuliskan segala sesuatu tanpa takut dihakimi. Tempat di mana aku bisa jujur tanpa harus selalu terlihat “baik-baik saja.” Di luar, kita sering memakai topeng. Tapi di sini, aku bisa menjadi diriku sendiri sepenuhnya.

Tiap kali aku menulis, rasanya seperti sedang ngobrol dengan diri sendiri. Kadang, aku menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sudah lama mengganggu. Kadang juga aku hanya butuh menuliskan isi hati tanpa harus menemukan solusi.

Menulis blog menjadi semacam terapi. Dan aku sadar, semakin sering aku menulis, semakin aku bisa memahami perasaan dan pola pikirku sendiri.

Menemukan Makna dari Hal-Hal Sehari-Hari

Salah satu hal yang aku sukai dari menulis blog adalah bagaimana ia membuatku lebih peka terhadap hal-hal kecil dalam hidup. Percakapan singkat dengan teman, perjalanan ke warung, film yang aku tonton, atau perasaan nggak nyaman yang muncul tiba-tiba—semuanya bisa jadi bahan tulisan.

Dulu, aku sering menganggap hidupku biasa-biasa saja. Tapi ketika mulai menulis, aku belajar bahwa bahkan hal yang paling sederhana pun punya cerita. Dan sering kali, justru dari hal-hal yang tampak remeh itu, kita bisa menemukan pelajaran berharga.

Blog mengajarkanku untuk lebih menghargai proses. Bahwa hidup bukan soal pencapaian besar, tapi tentang bagaimana kita menjalani hari-hari kecil dengan penuh kesadaran.

Harapan: Membangun Koneksi dan Memberi Dampak

Aku tahu, blog ini belum banyak dibaca. Pengunjungnya masih sedikit, komentarnya belum ada. Tapi itu tidak membuatku berhenti. Karena sejak awal, aku menulis bukan untuk viral atau jadi terkenal. Aku menulis untuk jujur, untuk sembuh, dan untuk bertumbuh.

Meski begitu, aku tetap punya harapan. Aku berharap suatu hari, tulisan-tulisan ini bisa menemukan pembacanya sendiri. Mungkin hanya satu-dua orang, tapi kalau mereka merasa terhubung, merasa tidak sendirian, atau menemukan semangat baru lewat tulisanku—itu sudah lebih dari cukup.

Aku percaya bahwa tulisan bisa menjadi jembatan. Kita tidak pernah tahu siapa yang akan membacanya, di mana mereka berada, dan dalam kondisi seperti apa. Tapi ketika tulisanku bisa membuat orang merasa sedikit lebih baik, sedikit lebih tenang, atau bahkan hanya tersenyum sebentar—itu rasanya luar biasa.

Menulis adalah Proses, Bukan Hasil Akhir

Satu hal penting yang aku pelajari dari perjalanan ini adalah: menulis adalah proses, bukan hasil akhir. Nggak semua tulisan harus sempurna. Nggak semua harus panjang dan puitis. Kadang justru tulisan paling sederhana yang paling jujur dan menyentuh.

Aku belajar untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Aku belajar untuk tidak terus-menerus mengejar validasi. Aku belajar untuk menulis karena aku ingin, bukan karena aku harus.

Dan yang paling penting, aku belajar untuk tetap berjalan—meski pelan, meski kadang ragu, meski belum banyak yang membaca.

Akhirnya, aku hanya ingin bilang: terima kasih, blog. Terima kasih karena sudah menjadi tempat aku kembali ketika dunia terasa terlalu bising. Terima kasih karena sudah menerima setiap tulisan, setiap keresahan, dan setiap mimpi kecil yang aku titipkan di sini.

Perjalanan ini belum selesai. Mungkin malah baru saja dimulai. Tapi aku tahu, selama aku masih menulis, selama aku masih jujur, dan selama aku masih punya harapan—aku akan baik-baik saja.

Comments

Popular posts from this blog

Pagi yang Sibuk dan Cerita Menjadi HRD Sehari untuk WriteYuk Batch 6

Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang agak campur aduk. Matahari belum naik sepenuhnya, tapi notifikasi di HP-ku sudah mulai berdenting satu per satu. Hari ini bukan hari biasa. Hari ini, aku punya peran baru yang cukup menantang—menjadi HRD untuk seleksi anggota baru divisi Graphic Design WriteYuk Batch 6. Setelah beres dengan rutinitas pagi seperti biasa—minum air putih, merapikan tempat tidur, dan menatap langit sebentar dari jendela—aku mulai mempersiapkan diri. Bukan cuma penampilan yang harus rapi, tapi juga mental yang harus siap. Ini pertama kalinya aku duduk di “kursi lain” dalam proses seleksi. Bukan sebagai peserta, tapi sebagai penyeleksi. Menjadi HRD sehari ternyata bukan sekadar membaca portofolio dan menilai desain. Ada sisi lain yang terasa lebih dalam: aku melihat semangat dari calon anggota baru yang begitu besar untuk bisa bergabung di WriteYuk . Dari cara mereka menjawab pertanyaan, sampai bagaimana mereka bercerita soal karya-karya mereka—semuanya punya keuni...

Journey ku selama kuliah D-IV Survei Pemetaan dan Informasi Geografis

Sumber :  (penulis) Liburan telah usai menandakan waktu kuliah normal kembali. Sebelum masuk kuliah setelah liburan panjang pada saat Lebaran kini saatnya aku masuk kembali menjalani rutinitas sebagai mahasiswa semester empat di spig. Semester empat ku penuh dengan lika-liku yang awalnya aku mendapat berita baik untuk bisa ikut lomba di Bali kini aku tidak bisa berangkat ke Bali untuk presentasi lomba. Aku juga masih rajin memantau informasi lomba dan ada beberapa project lomba sedang ku kerjakan. Saat ini aku baru dan sedang merasakan gundah gulana menjalani hidup, saat aku bertemu dengan teman yang rasanya bisa dijadikan tempat meluapkan cerita kehidupan aku kelepasan menceritakan semua yang sedang kurasakan, namun setelah ku ceriakan aku menemukan jawaban dari cerita yang ku ceritakan dan sebagian keresahan ku. Di sini aku akan menjawab dan membagikan perubahan yang sedang ku rasakan, yaitu sebagai berikut ini :  1. Pergi ke tempat yang bisa membuatmu senang seperti perpust...